Jumat, 21 November 2008

SMA 2 BUKITTINGGI

SMA 2 Bukittinggi Segera Direvitalisasi
Senin, 25 Agustus 2008
Bukittinggi, Padek-- Wawako Bukittinggi Ismet Amziz dalam pertemuan dengan Direktur Badan Intilejen dan Strategi Angkatan Darat, Brigjen (TNI) Zulizar Rasuni, kemarin menegaskan, revitalisasi gedung SMA Negeri 2 Bukittinggi yang menelan dana sekitar Rp20 miliar, tidak akan mengubah konstruksi aslinya.

Sebab gedung SMA yang dulunya bernama Sekolah Raja itu merupakan bangunan yang masuk dalam daftar cagar budaya Indonesia. ”Untuk revitalisasi bangunan SMA 2 Bukittinggi, kita telah mengalokasikan dana sebanyak Rp300 juta dari APBD Kota Bukittinggi,” kata Ismet.

Pertemuan dengan Zulizar Rasuni, alumni SMA 2 lulusan tahun 1973 itu turut dihadiri, Kepala SMA 2 Muslim, Ketua Komite Asril Manza, Sekretaris Alumni Yollis Andri serta segenap majelis guru.

Zulizar mengaku menyambut baik gagasan merevitalisasi bangunan sekolah tersebut dan dia berharap pengerjaannya nanti tidak terhenti dikarenakan keterbatasan dana atau sebab lainnya. Dia juga akan menghubungi alumni SMA 2 Bukittinggi lain di Jakarta untuk ikut berpartisifasi dalam revitalisasi sekolah itu.

Dalam program revitalisasi itu, sejatinya akan dilakukan penambahan 36 lokal, perbaikan gedung utama, kantor kepala sekolah, ruang belajar, labor, mushalla, lapangan upacara, dan lapangan parkir. (rul)

Kedokteran UNAND


Padang, Padek--Mengkhawatirkan. Semakin banyaknya pasien bedah di RS M Djamil Padang ternyata tak diiringi dengan tenaga medis yang ada. Pasalnya, M Djamil kekurangan dokter bedah. Direktur RSUP M. Djamil Padang, Suchyar menyebutkan, saat ini di RSUP M Djamil dokter ahli bedah berjumlah 18 orang. Jumlah ini belum cukup, sebab idealnya rumah sakit sekelas M. Djamil paling tidak memiliki 30 dokter ahli bedah, dengan rincian memiliki dua orang dokter sub spesialis di setiap spesialis bedah.

”Mudah-mudahan dengan adanya target dari Fakultas kedokteran Unand untuk menghasilkan 451 dokter spesialis bedah tahun 2010 nanti mampu mencukupi kebutuhan ahli bedah di M.Djamil,” harapnya beberapa waktu lalu. Ketua Program Studi Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Unand Padang, Juli Ismail mengatakan, saat ini perbandingan dokter bedah di bandingkan jumlah penduduk di kota besar baru mencapai 6 : 100.000 sedangkan di kabupaten/kota perbandingannya jauh lebih memiriskan 0,8: 100.000. jumlah ini tentu tidak memadai.

”Anehnya lagi justru dokter ahli bedah lebih banyak terkumpul di Kota besar yang angka kematian bayinya lebih rendah dibandingkan di Kab/Kota. Kondisi ini disebabkan karena saat ini dokter bedah lebih senang berada di daerah yang pendapatan perkapitanya lebih tinggi di bandingkan Sumbar, salah satunya daerah tetangga Prov Pekanbaru,”ujarnya. Untuk itu saat ini pihaknya tengah menargetkan di tahun 2010 nanti akan menghasilkan 451 dokter ahli bedah dan 6000 dokter spesialis. Memang bukan perkara yang gampang sebab sejak tahun 1980 saat ini pihaknya baru mampu menghasilkan 57 ahli bedah, artinya dari setiap tahunnya program studi ini hanya mampu menghasilkan 2 ahli bedah dalam satu tahun, merupakan angka yang rendah sekali.

Banyak hal yang membuat sulitnya untuk menghasilkan ahli bedah, salah satunya faktor biaya, saat ini dibutuhkan Rp 50 juta untuk dapat menempuh pendidikan spesialis bedah. Kalaupun pemerintah memiliki anggaran untuk operasional pendidikan dokter spesialis ini, masih sebatas pemberian uang saku. Apalagi untuk dapat meraih gelas dokter dibutuhkan waktu dan kesungguhan dokter sebab untuk menempuh pendidikan ini mencapai waktu hingga lima tahun.

Kepala Dinas Kesehatan Sumbar meminta kepada Bupati/Walikota di setiap daerah untuk menganggarkan insentiv kepada dokter ahli bedah di masing-masing RSUD. Hal ini penting dilakukan, sebab saat ini banyak dokter yang lebih memilih berkarir di luar provinsi karena kurangnya perhatian pemerintah kabupaten/kota terhadap mereka. Hingga saat ini dari 12 RSUD yang ada di Sumbar masih ada 6 RSUD yang belum memiliki ahli bedah.

“Saya harap pemerintah kabupaten/kota dapat mengatasi permasalahan ini dengan menaikkan nominal intensiv yang selama ini diberikan ahli bedah. Sebab jika diharapkan dari gaji saja saja tentu itu tidak mencukupi, untuk itu dibutuhkan subsidi dari pemerintah sehingga dokter tersebut dapat bertahan di daerah,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Sumbar, Rosnini Savitri. Pemberian brevet merupakan pengukuhan kepada 16 dokter yang telah menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis bedah Fakultas Kedokteran Unand. Sejak berdiri di Tahun 1980 hingga saat ini Fakultas Kedokteran Unand telah menghasilkan 57 orang dokter spesialis bedah.

Dengan menaikkan insentiv, Rosnini yakin dokter ahli bedah mau bekerja di daerah. Hal ini telah dibuktikannya dengan menjanjikan insentiv sebesar Rp 10 juta kepada dokter yang mau praktek di RS Jiwa Gadut Padang, saat ini sejumlah dokter mau bergabung di RSJ tersebut, padahal dahulunya sangat sedikit sekali dokter yang mau berpraktek di sana. Rosnini menjelaskan idealnya di setiap RSUD kelas c memiliki dua orang ahli bedah, namun saat ini di setiap RSUD baru tersedia satu ahli bedah bahkan di enam RSUD, sama sekali belum memiiki ahli bedah. (ZIKRINIATI ZN)

Jumat, 07 November 2008

about me..........
kenalin nama aye romi
sekarang aye skolah di sma 2 bkt
aye hobinya seni
jangan lupa ama aye ye..............